OTAK merupakan organ seks yang mengendalikan keinginan dan gairah seks. Salah kalau Anda beranggapan bahwa gairah seks wanita terletak di Miss V. Kuncinya ada di otak.
Sekira sepertiga wanita yang diberi pil plasebo (pil berefek semu) untuk mengobati libido rendahnya mengatakan kehidupan seksnya membaik. Temuan menjadi bukti kuat soal kekuatan dan hubungan bersifat misterius antara pikiran-tubuh dengan gairah dan keinginan seks.
Setelah obat untuk mengobati disfungsi seksual pria seperti Viagra dan Cialis diperbarui pada akhir 1990-an, sebuah uji coba klinis dilakukan pada wanita dengan harapan obat tersebut bisa melakukan hal yang sama, yakni menghidupkan kembali dorongan seks wanita.
Hasilnya—seperti dilaporkan para peneliti dan melihat kembali data lama soal Cialis—ditemukan bahwa sekira 35 persen wanita yang diberi pil plasebo tidak hanya mengalami perbaikan yang signifikan dalam aspek-aspek psikologis dari seks, seperti hasrat seks, tapi banyak pula yang mengalami peningkatan dalam aspek fisik, seperti gairah, pelumasan yang lebih baik, lebih sering orgasme atau orgasme lebih mudah dicapai, dan sebagainya.
"Semuanya menunjukkan perbaikan pada sebagian wanita," kata penulis studi Andrea Bradford, post-doctoral di Baylor College of Medicine, Houston.
Penelitian
Dalam penelitian yang telah dipublikasikan dalam Journal of Sexual Medicine ini, sebanyak 50 wanita berusia 35-55 tahun yang didiagnosis memiliki gangguan gairah seksual diberi Cialis atau pil plasebo selama 12 pekan. Para wanita, yang sebagian besar sudah menikah, diminta untuk melakukan hubungan seks sedikitnya tiga kali sebulan.
Mereka juga harus membuat catatan tentang seberapa sering berhubungan seks dan bagaimana memuaskannya seks tersebut.
Pil diharapkan mampu bekerja efektif dibarengi dengan pengobatan seks secara medis, selain juga mendorong wanita untuk berpikir tentang seks, dan melakukan hubungan seks yang lebih baik. Otak, dikatakan Bradford memiliki andil besar bagi keberhasilan pengobatan.
"Saya kira hanya dengan niat menghadirkan kehidupan seks (dalam hubungan) sangat memberi manfaat terapeutik bagi sebagian wanita," tukas Bradford.
Seiring waktu, para wanita melaporkan frekuensi berhubungan seksnya menurun, tapi selanjutnya mereka terus melaporkan kehidupan seks yang lebih baik secara keseluruhan, bukan lagi soal kuantitas, tapi kualitas.
"Ketika seks tidak lagi memuaskan, wanita cenderung menghindarinya, tanpa setidaknya memberikan kesempatan untuk mencoba. Selalu ada sedikit harapan bahwa seks akan menjadi lebih baik,” tegas Aline Zolbrod, psikolog klinis dan terapis seks asal Boston.
"Just try it”
“Saya suka hasil penelitian ini. Ini adalah sesuatu yang kami ingin pasien melakukannya, untuk mulai berhubungan seks kembali. Alih-alih masuk ke tempat tidur dan mengeluh, ‘ini tidak akan pernah berhasil’, tapi cobalah berpikir, "mari kita lihat hasil yang akan didapat’," kata Zolbrod.
Zolbrod memaparkan, usia 35-55 tahun bisa menyulitkan bagi wanita, yang mungkin sedang menyeimbangkan tanggung jawab karier dan keluarga, dan berbagai macam kekhawatiran yang menyisakan sedikit waktu baginya untuk merasa diri erotis.
"Just try it. Berharap hanya pada hal-hal baik. Jangan menghindari (masalah seks). Usahakan dengan harapan yang baik. Dan komunikasikan keinginan seks Anda. Mungkin kita semua bisa belajar dari hasil penelitian ini,“ kata Zolbrod.
Sekira sepertiga wanita yang diberi pil plasebo (pil berefek semu) untuk mengobati libido rendahnya mengatakan kehidupan seksnya membaik. Temuan menjadi bukti kuat soal kekuatan dan hubungan bersifat misterius antara pikiran-tubuh dengan gairah dan keinginan seks.
Setelah obat untuk mengobati disfungsi seksual pria seperti Viagra dan Cialis diperbarui pada akhir 1990-an, sebuah uji coba klinis dilakukan pada wanita dengan harapan obat tersebut bisa melakukan hal yang sama, yakni menghidupkan kembali dorongan seks wanita.
Hasilnya—seperti dilaporkan para peneliti dan melihat kembali data lama soal Cialis—ditemukan bahwa sekira 35 persen wanita yang diberi pil plasebo tidak hanya mengalami perbaikan yang signifikan dalam aspek-aspek psikologis dari seks, seperti hasrat seks, tapi banyak pula yang mengalami peningkatan dalam aspek fisik, seperti gairah, pelumasan yang lebih baik, lebih sering orgasme atau orgasme lebih mudah dicapai, dan sebagainya.
"Semuanya menunjukkan perbaikan pada sebagian wanita," kata penulis studi Andrea Bradford, post-doctoral di Baylor College of Medicine, Houston.
Penelitian
Dalam penelitian yang telah dipublikasikan dalam Journal of Sexual Medicine ini, sebanyak 50 wanita berusia 35-55 tahun yang didiagnosis memiliki gangguan gairah seksual diberi Cialis atau pil plasebo selama 12 pekan. Para wanita, yang sebagian besar sudah menikah, diminta untuk melakukan hubungan seks sedikitnya tiga kali sebulan.
Mereka juga harus membuat catatan tentang seberapa sering berhubungan seks dan bagaimana memuaskannya seks tersebut.
Pil diharapkan mampu bekerja efektif dibarengi dengan pengobatan seks secara medis, selain juga mendorong wanita untuk berpikir tentang seks, dan melakukan hubungan seks yang lebih baik. Otak, dikatakan Bradford memiliki andil besar bagi keberhasilan pengobatan.
"Saya kira hanya dengan niat menghadirkan kehidupan seks (dalam hubungan) sangat memberi manfaat terapeutik bagi sebagian wanita," tukas Bradford.
Seiring waktu, para wanita melaporkan frekuensi berhubungan seksnya menurun, tapi selanjutnya mereka terus melaporkan kehidupan seks yang lebih baik secara keseluruhan, bukan lagi soal kuantitas, tapi kualitas.
"Ketika seks tidak lagi memuaskan, wanita cenderung menghindarinya, tanpa setidaknya memberikan kesempatan untuk mencoba. Selalu ada sedikit harapan bahwa seks akan menjadi lebih baik,” tegas Aline Zolbrod, psikolog klinis dan terapis seks asal Boston.
"Just try it”
“Saya suka hasil penelitian ini. Ini adalah sesuatu yang kami ingin pasien melakukannya, untuk mulai berhubungan seks kembali. Alih-alih masuk ke tempat tidur dan mengeluh, ‘ini tidak akan pernah berhasil’, tapi cobalah berpikir, "mari kita lihat hasil yang akan didapat’," kata Zolbrod.
Zolbrod memaparkan, usia 35-55 tahun bisa menyulitkan bagi wanita, yang mungkin sedang menyeimbangkan tanggung jawab karier dan keluarga, dan berbagai macam kekhawatiran yang menyisakan sedikit waktu baginya untuk merasa diri erotis.
"Just try it. Berharap hanya pada hal-hal baik. Jangan menghindari (masalah seks). Usahakan dengan harapan yang baik. Dan komunikasikan keinginan seks Anda. Mungkin kita semua bisa belajar dari hasil penelitian ini,“ kata Zolbrod.